Langsung ke konten utama

Menghitung

Beberapa hari ini jadwal magrib di Mexico berubah. Yang tadinya jam tujuh lebih, hampir setengah delapan, sekarang jadi jam tujuh kurang. Perubahan waktu yang lumayan itu adalah sesuatu yang sesuatu banget. Sudah mulai beradaptasi dengan jadwal sebelumnya, eh, jadwalnya berubah lagi.

Beberapa hari ini, tiap adzan magrib datang aku masih dalam kondisi di tengah goreng ikan, masak sambel, rebus sayur. Trus sering mengutuk diri sendiri. Seharian udah pontang panting nggak istirahat, giliran magrib datang belum selesai juga. Akhirnya mood-ku jadi buruk, trus senggol bacok. Kesenggol dikit pengen ngebacok orang. Hahaha

Beberapa hari ini, aku emang sengaja ngurangin nyimak kajian buat beres-beres rumah. Ku pikir, setelah rumahnnya bersih, besok besok aku jadi lebih ringan buat beresinnya. Ternyata dugaanku salah. Seharian beresin rumah, besoknya tetep aja rumah berantakan. Apalagi cucian piring yang berasa beranak pinak nggak pernah ada habisnya. Magrib -magrib masih masak nggak selesai juga.

Rasanya puyeng banget kalau kayak gini.

Jadi hari ini aku kembali lagi ke rutinitas sebelumnya. Nyimak kajian seperti biasa, murojaah hafalan seperti biasa. Cucian piring ku abaikan, lantai kotor ku biarkan. Toh ujung-ujungnya, mau aku beresin sekarang juga atau nanti, magrib pasti sudah beres semua. Jadi mending tak tinggal dulu aja. Wkwkwk

Sama-sama beres tapi ada rasa yang berbeda. Jika seharian hanya diisi dengan beres-beres, rasanya kalut banget. Beda kalau seharian nyimak kajian, walaupun sore nanti gedubrak gedabruk tapi hati bisa tenang karena sehari nggak berasa sia-sia.

Begitulah…

Semalam, anakku dapat tugas susah banget. Mana nggak ngerti maksudnya apa. Di translete susah kata-katanya, nyari jawaban di google nggak ada, mana hp lagi seret banget buat buka-buka. Akhirnya emosi lagi, kesel, pengen nyenggol orang. Trus jadi mikir, kayaknya lebih enak di Indonesia. Kayaknya mending pulang aja. Trus jadi nggak bersyukur dah...

Dalam kondisi seperti itu, saya memilih untuk tidak buka sosmed sementara karena bisa bahaya. Nanti trus baper, kesel, padahal nggak ada apa-apa.

Aku lebih memilih untuk diam, menghitung segala nikmat yang ada. Ternyata nikmat yang kudapat lebih besar dibandingkan kesusahan-kesusahan yang aku alami. Trus jadi bersyukur lagi.

Bukan kah manusia di dunia itu memang tidak ada yang sempurna? Semua berjuang di medannya masing-masing. Tidak perlu merasa iri dengan orang lain. Karena orang yang kita lihat hidupnya baik-baik saja pun kadang masih harus bergulat dengan masalah-masalahnya. Bahkan seorang Rafathar yang seorang anak sultan pun harus tidur sak nggon-nggon karena harus cari cuan. Hiks...

Jadi hari ini aku masih bisa merayakan nikmat yang Allah berikan. Catetannya cuma satu, nggak usah buka sosmed dulu. Titik. Jadi mainnya di sini aja dulu. Nulis random nggak jelas. Wkwkwk

Mexico, 27 September 2023



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu