Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Mendadak Kaya, Apa yang Harus Dilakukan?

Saya pernah terjebak pada situasi di mana hidup serasa mencekam setiap harinya. Empot-empotan ngatur keuangan agar cukup sampai akhir bulan. Pengen makan ini harus ditahan. Pengen beli itu harus dilupakan. Mau beli baju sampai semua bulukan juga nggak sanggup. Bahkan, sampai mau beli sandal buat anak yang udah buluk banget aja nggak mampu. Sampai-sampai, bayar uang berobat pun harus ngutang-ngutang ke temen dulu. Pokoknya serba miris dan bikin mringis pake banget deh...Tak 'kan pernah ku lupakan. Tapi kemudian, setelah melewati masa-masa mencekam dan penuh ketar-ketir itu, tetiba seorang yang dulu pernah pake uang suami nelpon. Bahwasannya, dia mau ngasih semua uang yang pernah dipakainya langsung secara cash. Mau dilunasin semua (tunggu, aku tak mencoba terbang ke masa lalu dulu, biar emosinya dapet :D:D) Gimana nggak hebring???? Uang yang udah hampir kami lupakan, uang yang kami tagih dengan tangis darah dan air mata tiba-tiba mau dilunasin cash? Ya Allah...bahagianya

Menabung Biaya Pernikahan Anak Perempuan

Setelah membaca tulisan mbak Ade anita di blognya tentang keinginannya menabung untuk biaya pernikahan putrinya, saya jadi termenung agak lama. Menikah, biaya, dan anak perempuan. Satu fase yang mungkin nanti setiap orang tua akan lalui. Tidak hanya anak perempuan, anak laki-laki pun sama. Kalau sudah ngomongin masalah menikah, pasti juga ngomongin biaya. Nggak usah muluk-muluk mikirin pesta, ke KUA aja harus bayar. Ye kan? Saya jadi ingat peristiwa sepuluh tahun yang lalu. Peristiwa sejarah yang tidak mungkin terlupakan sepanjang hidup ini. Uhuk. Duduk dilihatin orang banyak. Seumur-umur kayaknya baru itu saya jadi pusat perhatian beratus-ratus orang. Menikah. Kala itu, umur saya masih muda belia (nggak usah sebutin umur, bikin baper:D). Saya baru lulus kuliah, belum dapet kerjaan tetap. Gaji guru WB saat itu cuma 120 ribu per bulan. Ngenes ya?!? Kalau dihitung-hitung, buat beli sabun sama pulsa aja nggak cukup. Untungnya dulu belum ada internet, yang harus beli paketan data

Tentang Mangga dan Sebuah Pilihan

Setelah sekian lama merindukan pepaya merah nan kriuk kriuk dari tukang buah, akhirnya hari ini saya pergi ke tukang buah langganan. Sampai di sana, pepaya yang diidam-idamkan pun nangring dengan cantiknya. Bersanding dengan buah mangga yang besar dan bau nya begitu menggoda. Shabira yang kala itu pulang sekolah dan langsung ikut, menyenggol lengan saya, "Bun, beli mangga dong..." bisiknya. Saya bingung. Antara mau beli mangga atau pepaya. Niat awal kan pengen beli pepaya, nggak mau beli mangga. Lagipula, kalo lagi nggak musim, mangga harganya bisa melejit naik tiga kali lipat kayak harga garam#eh. Pas musim aja harganya udah mahal, apalagi kalau nggak musim. Singkat cerita, karena godaan iman dari mangga yang ranum-ranum itu, akhirnya saya pun jadi pengen membelinya. Tapi sebelum ngomong beli ke mas-mas tukang buah, saya suruh shabira buat milih antara beli mangga atau pisang. Karena selain suka buah mangga, shabira juga suka buah pisang.  Kalau dia mau pisang kan,