Langsung ke konten utama

Mengharap Balasan Terima Kasih

Beberapa waktu yang lalu, nggak sengaja kami ketemu teman suami di jalan. Lalu, ngobrol lah suamiku dengan temannya itu. Waktu itu suamiku ngenalin aku dan anak-anak sama temannya itu. Tapi…blas kami nggak dilihat sama sekali. Jangankan ditanya nama, diajak kenalan, dilihatin aja nggak.

Jujur, baru kali ini aku ketemu orang modelan seperti itu di sini. Biasanya, orang sini itu ramah-ramah. Apalagi kalau ketemu sama orang baru. Apalagi, mereka tau kami bukan orang sini, mereka biasanya antusias sekali nanya-nanya. Apalagi…suamiku kan bos nya di kantor, lah masak gitu juga sikapnya.

Karena dicuekin, akhirnya aku milih untuk meninggalkan mereka ngobrol. Milih menjauh cari kesibukan lain. Dengan hati yang kecewa? 

Sedikit, dan malas juga ketemu sama orang seperti itu.

Pas kami pulang, kebetulan waktu itu udah mau magrib, terus cuacanya agak-agak sendu gimana gitu mau hujan. Jalan lah kami ke parkiran. Pas jalan itu, telingaku kayak dislepet suaranya Ustadz Nouman Ali khan.

“Anda tahu apa itu artinya Alhamdulillah?”

“Alhamdu…segala pujian…Alhamdulillah…artinya, segala pujian, terima kasih, sanjungan, syukur itu hanya ditujukan kepada Allah semata”

“Kita ini siapa?? Kita ini budaknya Allah, pelayannya Allah. Kita ini milik Allah, dan Allah lah pemilik kita”

“Sehari semalam kita mengucapkan Alhadulillah 17 kali, bahkan bisa lebih.”

Mengatakan kepada Allah, “Segala pujian hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.”

“Kalau di hati kita masih ada keinginan untuk dipuji, disanjung, dihargai, dihormati, mengharap-harap orang mengucapkan terima kasih kepada kita, berarti kita budak yang kurang ajar”

“Ucapan “Alhamdulillah” kita 17 kali sehari semalam itu PALSU!”

Duh…hati rasanya hancur berkeping-keping.

Dunia rasanya ikut muram melihat kelakuanku waktu itu.

Betapa seringnya kecewa ketika orang yang kita bantu tidak sempat mengucapkan terima kasih. Padahal, bantuan itu bukan kekuasaan kita, tapi kekuasaan Allah. Betapa seringnya hati terluka ketika ada yang tidak menghormati, padahal, siapalah kita? 

Kita manusia hanyalah tidak lebih hanya butiran debu yang berterbangan. Bayangkan, hanya butiran debu.

Mexico, 3 Agustus 2022




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu