Langsung ke konten utama

#Jurnal Bunda: Pelit Pada Diri Sendiri

Hari minggu, ngobrol sama suami sambil dengerin ceramahnya Ustadz Khalid basalamah. Dalam ceramahnya  tersebut, beliau mengatakan bahwa, Islam tidak melarang untuk berpakaian bagus, tidak melarang berpenampilan menarik.

Kita diperbolehlan untuk menikmati dunia ini. Menggunakan pakaian yang bagus dan layak. Ke masjid pakai baju mahal, di rumah pakai mukenah yang bagus. Islam tidak melarang itu semua. 

Apalagi jika dipakai untuk tujuan beribadah. Umroh pilihlah hotel yang bagus, pesawat yang nyaman. Karena itu untuk kenyamanan ibadah kita. 

Jangan bakhil ( pelit) sama diri sendiri

Asal tidak berlebih-lebihan dan bukan uang hasil yang haram maka itu semua diperbolehkan.

Dengar kajian itu aku senyum-senyum sendiri. Merasa tersindir? iya mungkin. Hahaha. 

Tapi apa yang Ustadz Khalid katakan itu benar. Bahwa Islam tidak melarang kita untuk menikmati dunia tanpa berlebihan. Tapi juga tidak pelit. Nikmati secukupnya. Sesekali beli baju mahal boleh kali, ya. Atau tas mahal sebiji juga nggak apa-apa asal dipakai. 

Aku pernah dengar kajian Ustadz Adi Hidayat, beliau mengatakan bahwa, ketika memiliki barang sebisa mungkin barang itu gunakan untuk ibadah. Contoh misalnya, beli baju. Ketika beli baju maka usahakan baju itu dipakai untuk beribadah, dipakai sholat, dipakai baca Al Quran. Jangan sampai baju atau barang yang kita pakai itu untuk kegiatan maksiat. Karena kelak baju itu akan dihisab. Akan menjadi saksi untuk apa dia pergunakan di dunia.

Wah...kalau dibahas panjang ya. Lain kali aja kalau abis dengerin kajiannya lagi saya tulis. Tapi saya mau sedikit cerita tentang masalah pelit ini.

Selama ini suamiku sering bilang, kalau saya itu orangnya pelit sama diri sendiri. Mau beli baju mikir-mikir, mau beli apa aja dipikir dulu harganya. Meskipun punya uangnya tetep aja mikirnya lama. Apalagi kalau duitnya nggak ada, tambah lama lagi memutuskan untuk beli. Dan ujung-ujungnya gagal beli deh... Hahaha

Tapi jujur sih, ketika dibilang pelit itu saya agak kurang setuju. Karena selama ini, saya membeli sesuatu itu bukan karena nggak mau beli, tapi karena saya pikir, saya nggak perlu gegabah untuk membeli. Sebelum membeli barang, biasanya saya mikir dulu nih,

Beneran butuh atau cuma pengen?

Pikir-pikir dulu nih, beneran butuh atau cuma karena sekedar pengen? Atau jangan-jangan cuma karena liat orang lain beli trus jadi pengen beli juga?

Buatku, ini penting untuk dipikirkan. Karena kalau cuma karena pengen doang, nanti ujung-ujungnya cepet bosen trus nggak keurus, ditumpuk di rumah nggak kepake. Trus rumah jadi penuh dengan barang-barang. Trus ribet ngurusnya, trus pusing duitnya habis karena beli barang yang nggak sesuai kebutuhan. 

Kalau beli barang karena butuh, mau nggak mau pasti kepake, dan sudah pasti berguna untuk nusa bangsa dan negara #eh

Jadi, saya pastikan dulu deh, bahwa saya membeli barang itu karena saya beneran butuh.

Nggak peduli berapa harganya

Kalau sudah masuk ke dalam daftar kebutuhan, saya nggak terlalu peduli dengan harga barangnya. Kadang bisa sangat mahal, kadang juga bisa sangat murah. Kadang saya suka pakai mukenah 100 ribuan, yang bahan katun, adem, trus gampang dicucinya ketimbang beli mukenah yang mahal banget tapi nguceknya males, ribet harus di laundry dulu. Kadang beli sepatu yang harganya mahal banget, tapi nyaman. Karena menurutku kenyamanan kaki itu penting buat saya yang sering jalan. Asal masih sesuai dengan budget yang saya punya, maka saya akan beli.

Beli barang karena suka

Saya juga membeli barang hanya untuk barang yang saya sukai saja. Karena saya pikir, untuk apa beli barang yang tidak disukai. Cuma gara-gara orang beli trus kita jadi ikutan beli adalah hal paling bodoh dalam hal membeli barang.

Sejak mengikuti kehidupan teman-teman yang bergaya hidup minimalis dan minim sampah, saya jadi nggak terlau banyak merhatiin barang orang lain. Orang lain mau pake apa aja terserah. Nggak pernah mikir," Ini orang pake baju itu-itu aja ya" Atau "Ini orang pakaiannya ganti-ganti mulu tiap hari nggak ada yang sama bajunya". Nggak pernah mikir gitu. Dulu pernah mikir kayak gitu, tapi sekarang nggak. Saya juga nggak terlalu pengen untuk belanja, kecuali belanja buku. hahaha

Kalau mau beli baju itu, saya sering mikir, baju bekasnya nanti mau dibuang ke mana, mau dikasihkan ke siapa. Meskipun banyak sekali yang nerima baju-baju bekas ini, tapi kadang saya melihat ada juga yang sering menerima sumbangan baju yang akhirnya hanya numpuk juga di lemari. Nggak dipakai, apalagi dipakai buat ibadah. Cuma nganggur aja di lemari seabrek-abrek. Baju-baju itu cuma pindah tempat aja.

Belum lagi, sering kali melihat ada banyak sampah pakaian menggunung. Niatnya untuk donasi, tapi karena mungkin baju-bajunya udah jadul trus udah sobek atau rusak sana sini akhirnya cuma numpuk aja di suatu tempat.

Trus...karena saya sering baca-baca buku tentang hidup minimalis, jadi udah nggak tertarik lagi buat belanja macam printilan atau baju. Meskipun kadang ngerasa minder juga dengan pakaian itu-itu aja, tapi nggak terlalu berpengaruh banget untuk saya. Saya masih seneng aja pakai pakaian itu-itu aja, karena saya biasanya pakai baju yang suka. Jadi pakainya juga seneng.

Meskipun pakai baju, tas, sepatu, yang itu-itu aja, tetep harus diperhatikan kebersihannya. Karena terkadang orang liatnya risih banget kalau bajunya kotor, dekil. Udah buluk kotor lagi. Wkwkwk. Jadi kebersihan dan kekinclongan tetep harus terjaga.

Gitu aja ya, gaes. Jadi inget belum nyuci baju. Hahahah

Jadi gimana, kamu pelit sama diri sendiri nggak?  



 







 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu