Langsung ke konten utama

#catatanpandemi: Jeda

Sudah dua mingguan ini rasanya luar biasa. Nahan air mata jatuh, kecewa, marah, tapi bingung kenapa.

Hampir tiap hari ada berita kematian, saudara sakit, tetangga sakit, semuanya berasa muram.

Selama ini, hampir nggak pernah bisa curhat ke orang lain. Cuma sama suami. Itupun sekarang suami udah nggak bisa lagi diajak cerita. Nggak kayak biasanya yang bisa berdua doang di kamar. Bebas cerita apa saja. Sekarang cerita nggak bisa sebebas dulu. Pasti di sebelah ada temennya.

Saya seperti nggak punya ruang pribadi. Nggak bisa melepaskan semua sesak di hati.

Dalam kondisi seperti saat ini, sungguh rasanya seperti orang gila. Ketemu orang nggak bisa sebebas dulu, mau cerita ke temen pada sakit.

Setiap hari, cuma bisa minta belas kasihan dari Allah...

"Yaa Allah...di dunia ini rasanya aku cuma sendiri. Kasihani aku...nggak punya siapa-siapa. Siapa lagi yang bisa menolong selain Engkau. Siapa lagi yang mau mendengar kalau bukan Engkau"

Kalau udah gitu, langsung mewek. Rasanya bener-bener nggak punya siapa-siapa lagi.

Guru menulis ku sering bilang, "kalau lagi sedih tulis aja..."

Iya, ntah sudah berapa kertas yang buram oleh air mata. Legaa...? Kadang-kadang. Lebih seringnya nggak.

Kondisi saat ini, bener-bener menguji sekali. Kesabaran, keikhlasan. 

Hari ini, saya diceritain sama seorang temen yang anaknya positif covid. Ntah dia udah pusing juga mau curhat ke siapa, atau emang dia udah nggak tahan dengan bebannya, tiba-tiba dia minta dihibur. Anaknya butuh dikuatkan.

Rasanya kayak salah sasaran. Lha wong saya juga lagi butuh bersandar. Tapi pada akhirnya, kami melepas lelah sama-sama.

Ya, kami cuma butuh jeda sejenak. Sebentar saja. Karena ternyata, saat malam ini saya pikirkan apa-apa yang harus saya syukuri, ternyata banyak. Tidak terhitung.

Meski gak ada lagi yang bisa ku ajak cerita di dunia, ternyata masih ada Engkau Yaa Allah. Engkau yang nggak pernah protes kalau malem-malem aku ngerusuh padaMu.

Engkau yang selalu ngasih kejutan istimewa. Kadang, baru tadi malam minta besok udah dikasih.

Banyaaaaak sekali tak terhitung. 

Tulisan ini adalah salah satu caraku bersyukur. Bahwa, ada suatu masa aku nggak punya siapa-siapa lagi selain Engkau. Agar kelak aku tidak lupa. Bahwa Engkaulah yang menghiburku, membuatku kuat, dan terus bersabar.

Yaa Allah...kuatkan aku, kuatkan kami, sebesar apapun beban kami, selagi ada Engkau, kami pasti bisa melewatinya.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu