Karena Allah Pasti Sudah Lihat
Kemarin kakaknya nyodorin kertas nilai ujian matematika.
"Hah? Kok cuma 81? Kataku.
"Ini mah masih beruntung bun, yang lainnya banyak yang remidial."
"Oh, gitu. Ya udah deh, alhamdulillah nggak remidial."
Lalu dia mulai bercerita.
"Tau nggak bun, temenku tadi ada yang salah-salahnya ini dibenerin lho."
"Dibenerin gimana?"
"Ya dibenerin. Yang salah-salah itu dihapus diganti bener. Trus dia marah-marah sama bu guru. Katanya, gimana sih bu, kok bener disalah-salahin."
"Trus?"
"Trus sama bu guru dibenerin deh. Bu guru minta maaf."
"Lha berarti nilainya jadi nambah dong??" Kataku sedikit emosi.
"Nambah banyak banget! Ada 13 soal yang dibenerin. Tadinya nilai 63 sekarang jadi 85. Lebih tinggi daripada aku."
"Trus kamu nggak protes ke bu guru?"
"Hmm..." Bocahnya mikir sebentar,"enggaklah..."
"Kenapa??" Tanyaku mulai penasaran banget. Saya mulai curiga, jangan-jangan dia cemen kayak emaknya nggak berani protes.
"Ya karena Allah pasti sudah lihat, mana anak yang jujur mana yang nggak"
"Oh..."
Tong sampah mana tong sampah, saya mau buang tisu yang banyak:p
Jika kita dengar sekilas, memang tampaknya hal semacam itu merupakan sebuah sikap orang yang pasrah gitu ya, sama ketidakadilan. Tapi bila dicermati lebih dalam lagi, justru sikap seperti itu yang membuat kita lebih baik.
Jadi nggak usah mikir kanan kiri belakang, yang penting satu kepercayaan bahwa Allah maha tau. Bahwa Allah maha melihat segalanya. Dan nggak usah ribet. Yang terpenting nilai dari Allah banyak. Gitu aja.
Tapi ngomong-ngomong, itu gimana ceritanya kok anak sampai kepikiran benerin yang salah trus marah-marah sama gurunya?
Trus kerennya lagi, kok gurunya nggak suudzon gitu, tapi malah justru minta maaf sama muridnya?
Usut punya usut, setelah saya tanya lagi kelanjutan cerita itu, katanya si kakak, mamanya itu super galak. Iya, galak. Jadi kalau liat anaknya remidial, dia bakalan sita semua gadgetnya. Nggak boleh internetan, apalagi nyepam di instagram:D.
Oh, ternyata cuma karena gadget ya...Tapi menurut kabar terakhir, akhirnya mamanya tau kalau anaknya melakukan perbuatan buruk itu. Si anak pun akhirnya mengakui perbuatannya. Tapi tetep aja dijatuhi hukuman yang lebih berat lagi. Selain penyitaan gadget, juga ada tugas ngerjain soal seabrek.
Padahal, menurut para pakar parenting, kalau anak kita jujur atas perbuatan buruk yang sudah mereka lakukan, ada baiknya orang tua tidak memberi mereka hukukan. Agar di waktu lain, jika mereka melakukan kesalahan berani mengatakannya dengan jujur. Kalau jujur masih saja diberi hukuman, ngapain juga jujur. Mendingan bohong sekalian, ya kan?
Tapiii....yang namanya teori itu kadang nggak mudah dipraktekkan. Kalau liat anak kita kayak gitu, kadang udah kadung marah dan kecewa. Empet sudah pasti. Sayapun pasti bakalan ngomel-ngomel nggak jelas. Antara malu, bingung, kecewa campur aduk.
"Gimana sih, gitu aja sampai bohong. Nggak boleh main sampai sebulan!"
Trus baru sehari liat anaknya di rumah udah pusing rumah berantakan. Hahaha...
Jadi emak-emak, kalau denger anaknya mengakui kesalahannya yang seperti itu, anaknya diomelin apa dielus-elus?
Komentar
Posting Komentar
terima kasih sudah komentar di blog ini. komentar insya Allah akan saya balas. Atau kunjungan balik ke blognya masing masing :)