Langsung ke konten utama

Bencilah...secukupnya saja!


Dua kucing di rumah. Namanya cimol dan pusa.

Cimol, si kucing hitam putih yang selalu jual mahal. Nggak mau dipegang lama-lama dan cenderung menghindar. Tapi justru disitulah letak kegemesannya. Kelemahannya satu, kalau berantem selalu berdarah-berdarah. Cemen.

Pusa, si kuning bermata lucu. Pusa ini riwayat hidupnya mengenaskan. Sedah tiga kali hampir mati tapi tidak jadi. Dia mudah terserang sakit. Karena sakithya itu, kini dia jadi susah menelan. Dia nggak bisa makan tulang, duri, bahkan nasi keras pun dia huek huek...

Kedua kucing itu, kini harus dibuang dari rumah. Karena tetangga banyak yang protes. Kotorannya membuat polusi, cakarannya bikin mobil jadi baret-baret. Kalau sudah gitu, nggak ada pilihan lain selain nurut.

Tapi si kakak sepertinya tidak setuju kucingnya bakal dibuang. Waktu saya bujukin dia buat buang kucing itu, dia bilang begini, "aku mau berdoa, biar orang-orang suka sama kucing. Biar gak ada yang ngusir kucing lagi"

Mendengar itu, saya langsung ingat sama pepatah jawa yang menyebutkan bahwa "geting nyanding". Siapa yang membenci sesuatu, kelak ia akan diuji dengan apa yang dibencinya.

Contoh, ketika kita benci orang parkir di pinggir jalan sembarangan. Kelak, akan ada di suatu waktu kita terjebak pada situasi yang mengharuskan untuk parkir sembarangan. Nggak ada pilihan.

Atau, ketika kita benci sama orang yang tukang nyinyir dan nyetatus nggak jelas di fb, misalnya. Akan ada saat-saat kita mengikuti perbuatan yang kita benci itu.

Nggak percaya? Cobain aja....

Makanya, simbah-simbah dulu bilang, jika benci, bencilah secukupnya saja. Jangan diucap jangan ditunjukan pada tingkah laku.

Apalagi bagi ibu-ibu hamil. Membenci itu sungguh dilarang. Katanya nanti anaknya kalo keluar mirip dengan yang kita benci. Kalau itu sih, kayaknya mitos ya...hahahah...

Trus hubungannya sama kucing apa? Auk ah...saya juga bingung:D


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut ...

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu...

Menghitung

Beberapa hari ini jadwal magrib di Mexico berubah. Yang tadinya jam tujuh lebih, hampir setengah delapan, sekarang jadi jam tujuh kurang. Perubahan waktu yang lumayan itu adalah sesuatu yang sesuatu banget. Sudah mulai beradaptasi dengan jadwal sebelumnya, eh, jadwalnya berubah lagi. Beberapa hari ini, tiap adzan magrib datang aku masih dalam kondisi di tengah goreng ikan, masak sambel, rebus sayur. Trus sering mengutuk diri sendiri. Seharian udah pontang panting nggak istirahat, giliran magrib datang belum selesai juga. Akhirnya mood-ku jadi buruk, trus senggol bacok. Kesenggol dikit pengen ngebacok orang. Hahaha Beberapa hari ini, aku emang sengaja ngurangin nyimak kajian buat beres-beres rumah. Ku pikir, setelah rumahnnya bersih, besok besok aku jadi lebih ringan buat beresinnya. Ternyata dugaanku salah. Seharian beresin rumah, besoknya tetep aja rumah berantakan. Apalagi cucian piring yang berasa beranak pinak nggak pernah ada habisnya. Magrib -magrib masih masak nggak selesai juga...