Langsung ke konten utama

Akhirnya, Kursus Menulis Selesai.


Akhirnya..., kursus menulis selesai.
Antara lega dan sedih.

Lega, karena akhirnya saya bisa menuntaskan tanggung jawab sebagai murid dalam kursus menulis. Sedih, karena akhirnya saya sendiri lagi. Tidak ada yang ngingetin PR, tidak ada yang bilang, "Ayo, kamu pasti bisa."

Selama delapan minggu, saya berkutat dengan ide dan PR PR. Dari bangun tidur sampai bangun tidur lagi, yang dipikin hanya ide dan ide#lebay. Karena memang kursus menulis ini bukan hanya teori tapi juga langsung praktek. Jadi, selama pertemuan pun selalu menulis.

Waktu masih fleksible. Kadang kalau ada acara ngaji, ya ngaji. Kalau ada arisan, atau kegiatan lain saya juga minta ijin. Begitu juga dengan Ibu Guru. Ibu Guru saya adalah seorang ibu rumah tangga yang super hebat. Kegiatan menulisnya seabrek-abrek, tapi masih sempat mengajar diriku yang begitu dudul ini.

Hal tersulit yang saya  alami selama kursus adalah, ketika saya diminta untuk menuliskan tentang sesuatu yang dibenci.

Saya bukan termasuk orang yang mudah mengeluarkan rasa sakit hati. Terbiasa menyimpan segalanya sendiri, mengobatinya sendiri. Sampai mungkin merasakan perih dan lukanya sendiri, sampai nanti bisa sembuh dengan sendirinya.

Tapi, Bu Guru bilang, rasa sakit hati itu harus segera dituntaskan. Jika tidak dituntaskan di dunia nyata, maka harus segera dituntaskan di dunia fiksi. Biar lega, biar rasa sakit itu tidak membekas lagi. Katanya begitu.

Dan sayapun terus berusaha. Meski harus dibanjiri oleh deraian air mata. Menulis rasa sakit hati bukanlah hal yang mudah. Bisa dibilang sangat suliiiiiit.

Tapi akhirnya tugas itu terlaksana juga, meskipun hasilnya gak bagus juga. Ternyata, menuliskan rasa sakit hati itu, ibarat kita bawa sekarung kelapa, dan setiap satu dituliskan, satu buah kelapa menggelinding ke selokan. Lega...! Beban berat berkurang satu demi satu. Menulis bisa sebagai terapi sekaligus obat, begitu saya bilang.

Selama delapan minggu itu, saya juga benar-benar dilatih untuk rutin menulis. Biasanya, setelah mengantar sekolah Bira sampai jemput dia kembali, saya gunakan untuk menulis PR yang telat dikerjakan.

Saya juga diajari membaca. hampir setiap hari saya bawa majalah bobo setumpuk untuk menemani saya tidur. Iya, majalah bobo. Karena memang saya mengambil kelas menulis cerita anak. Awalnya cuma iseng-iseng nanya apa ada kursus nggak, tapi setelah dikatakan bahwa masih bisa, sayapun langsung semangat 45.

Tidak langsung semangat juga sih, karena waktu diawal kursus itu anak-anak sedang libur. Jadi sayapun agak tidak nyaman kursus sambil momong. Dan sempat dihentikan untuk sementara sampai anak-anak masuk sekolah kembali.

Saya senang belajar dengan Beliau. Tidak pernah marah jika saya telat kirim PR. Ini penting, karena saya masih harus nyambi anak-anak. Tapi target tetap harus tercapai. Dan kalau anak-anak lagi sakit misalnya, saya harus gedubrak gedabruk untuk menyelesaikan tugasnya. Tapi untunglah Bunda yang satu ini mengerti. Sangat sangat mengerti keadaan saya sebagai ibu rumah tangga.

Kata beliau, saya dipesan agar tidak takut menulis. Nah, ini adalah masalah terbesar bagi saya. saya memang masih takut untuk mengeluarkan isi kepala secara blak blak an. Pokoknya, kalau bisa, semua tulisan itu harus berisi pencitraan bak cinderela hahhaha...

Tapi ternyata, memang hidup saya tidak semulus kisah dalam cinderela. Jadi ya, tulis saja hal yang paling nyata# Trus meringkuk di pojokan.

Awal pertama, saya diminta nulis tentang obat alami. Duh gusti, saya kan ibu-ibu partner setia dokter. Anak sakit harus dibawa ke dokter. Jadi mana bisa saya nulis tentang obat alami. Di rumah juga nggak seneng nanem nanem tanaman obat. Jadi, saya cuma nanya-nanya sama tetangga. Yang itupun, kayaknya tetanggaku juga soulmatenya dokter anak. hahahah

Seru...

Begitulah kesan yang saya dapatkan dari kursus menulis ini. Saya malah udah niat pengen ikut kelas yang lainnya. Karena rasanya, ikut kursus dan tidak itu beda. Meskipun ada juga pelatihan menulis di group gratisan. Tapi menurutku, jika ikut kursus itu lebih dekat lagi. Dan tentu saja banyak hal yang bisa ditanyakan.

Terima kasih Bu Guruku sayang, mbak Nurhayati Pujiastuti. Yang dengan sabar membimbingku dan memberikan ilmunya padaku. Semoga sehat selalu ya, Mbak.


Komentar

  1. Benar mbak, ikut kursus itu beda walaupun gratisan. Bisa tanya2. Semoga makin produktif menulisnya ya.

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah komentar di blog ini. komentar insya Allah akan saya balas. Atau kunjungan balik ke blognya masing masing :)

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu