Langsung ke konten utama

Daging Qurban kalengan


Idhul adha sudah berlalu sejak berminggu-minggu yang lalu. Tapi daging masih teronggok di kulkas. Katanya sih, nggak boleh disimpan lebih dari 3 hari. Tiga hari harus sudah habis. Tapi mau gimana lagi, wong daging-daging itu baru dimasak sop sama teriyaki. Itupun Cuma sedikit banget. Kakak udah mewanti-wanti, nggak boleh masak daging lagi. Dedeknya apalagi, baru dituangin sop daging sapi langsung huek huek.

Pas dia liat paha kambing di kulkas, saya kasih tau kalau daging itu daging kambing yang masjid. Eh, dia malah nggak mau makan pas udah matengnya. Tapi kemarin, daging kambing itu mau nggak mau saya abisin juga. Digulai trus dibagi bagi hehe…langsung ludes.

Sekarang ini di kulkas masih ada tulang-tulang sapi sama sekalian tetelannya. Berhubung kemarin itu ayahnya jadi panitia, jadi pas pulang dibawain daging dua kantong karena udah nggak ada yang ambil lagi. Jadilah satu freezer penuh sama daging. Padahal, sebelum berangkat ke masjid udah tak pesenin kalau dikasih daging jangan banyak-banyak. Eh, malah dua kresek daging sapi dibawain. Mau dibagiin ke tetangga pun juga udah pada punya sendiri sendiri.



Nah kemarin, kakak pulang sekolah bawa rendang kalengan. Setelah kubaca-baca ternyata itu rendang dari sapi kurban di sekolah kemarin. Wow…saya langsung nggak sabaran pengen buka. Pas dibuka ternyata emang benar isinya rendang bukan sapi. Kebetulan di rumah ada nasi hangat baru matang. Kakak langsung minta makan.

Kakak bilang, rendangnya nggak perlu dimasak dulu. Langsung makan juga enak. Jadilah saya nurut apa katanya. Dan emang benar, waktu dituang ke nasi hangat langsung berasa banget aroma rendangnya. Pas dicobain…..uendddesss lop tenan. 

Padahal, saya sebenernya nggak suka sama rendang. Lebih tepatnya daging sapi. Kalau udah dibilangin rendang, yang terbayang di benak adalah daging dengan serat besar-besar yang bakalan nyempil di gigi. Trus ngunyahnya juga susah, belum lagi rasa-rasa parutan kelapanya itu. Berasa ngeres banget di lidah.

Tapi setelah nyobain rendang yang dibawain kakak kemarin itu, saya jadi nyadar kalau ternyata rendang itu emang enak #katrok banget nggak sih? Saya sama kakak sampai nambah tiga kali demi menghabiskan sekaleng kecil rendang pedas #maruk banget ya... Dedeknya mlongo pengen ikutan makan, tapi dilarang karena rasanya pedes banget tapi tetap enak. Potongan dagingnya kecil-kecil dan seratnya nggak mengganggu banget di gigi. Empuknya pas, pedasnya juga ajib gila….#nggak promosi.

Selama tiga tahun di sekolah kakak, baru pertama kali ini dia bawa pulang daging kalengan. Biasanya sih, kalau dateng pas penyembelihan dikasih daging gitu dibawa pulang. Trus yang lainnya dibagiin ke masyarakat sekitar. Ternyata sekarang, sekolah udah punya terobosan baru untuk bikin rendang kemasan ini.

Menurut saya, daging qurban yang dimasak jadi makanan kemasan itu lebih efektif, praktis, hemat dan lebih merata. Kenapa begitu?

Pertama,
Jika rendang kemasan dari daging qurban itu dibagikan sudah dalam bentuk matang, itu berarti orang-orang yang nggak punya alat masak pun bisa makan. Kayak pemulung di bawah jembatan misalnya. Mereka nggak perlu ribet beli gas, pinjem panci, kredit panci presto atau beli bumbu-bumbunya, udah bisa makan rendang. Tinggal beli nasi hangat trus makan udah beres. Praktis kan?

Kedua,
Hemat bahan bakar. Rendang kemasan dari daging qurban ini juga nggak ngabisin gas buat masak. Tau sendiri kan, masak rendang itu lama. Jadi bisalah buat berhemat.

Ketiga,
Buat emak-emak yang nggak jago masak seperti saya ini, daging qurban kemasan sungguh merupakan sebuah keberuntungan yang luar biasa. Bisa makan rendang tanpa beli kelapa dan ngulek bumbu. Gratis pula. Dikasih sekaleng kecil pun sudah cukup.

Keempat,
Berhubung daging qurbannya udah kalengan, jadi kalau mau dikirim ke daerah pedalaman sekalipun tetap aman. Nggak mungkin busuk. Bahkan katanya ada lho, yang sampai dikirim ke Palestina. Wow banget kan…sebenernya kalau masalah ini saya udah denger lama, tapi nggak terlalu merhatiin banget beritanya.

Meskipun demikian, daging qurban yang sudah dibikin kemasan ini katanya masih dalam kontroversi. Antara boleh dan nggak boleh. Boleh, karena biar daging qurbannya bisa tahan lama dan bisa dibagiin ke saudara-saudara yang ada di pelosok. Nggak boleh karena katanya daging qurban itu harus dihabiskan dalam 3 hari. Entah mana yang benar saya juga nggak ngerti. Kalau saya sih, sangat setuju sekali daging quban dibikin kemasan. Bisa lebih praktis, hemat, merata. Dan sudah pasti ueeeenak….bisa makan rendang tanpa ngulek bumbu dan meres kelapa hahaha….

Komentar

  1. Belum pernah nyoba qurban kalengan soalnya kok nanggung kalau bagianku sendiri, kecuali kalau panitia masjidnya sepakat mau dikalengin semua. Tp ya itu tadi masih pro kontra

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah komentar di blog ini. komentar insya Allah akan saya balas. Atau kunjungan balik ke blognya masing masing :)

Postingan populer dari blog ini

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut ...

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu...

Menghitung

Beberapa hari ini jadwal magrib di Mexico berubah. Yang tadinya jam tujuh lebih, hampir setengah delapan, sekarang jadi jam tujuh kurang. Perubahan waktu yang lumayan itu adalah sesuatu yang sesuatu banget. Sudah mulai beradaptasi dengan jadwal sebelumnya, eh, jadwalnya berubah lagi. Beberapa hari ini, tiap adzan magrib datang aku masih dalam kondisi di tengah goreng ikan, masak sambel, rebus sayur. Trus sering mengutuk diri sendiri. Seharian udah pontang panting nggak istirahat, giliran magrib datang belum selesai juga. Akhirnya mood-ku jadi buruk, trus senggol bacok. Kesenggol dikit pengen ngebacok orang. Hahaha Beberapa hari ini, aku emang sengaja ngurangin nyimak kajian buat beres-beres rumah. Ku pikir, setelah rumahnnya bersih, besok besok aku jadi lebih ringan buat beresinnya. Ternyata dugaanku salah. Seharian beresin rumah, besoknya tetep aja rumah berantakan. Apalagi cucian piring yang berasa beranak pinak nggak pernah ada habisnya. Magrib -magrib masih masak nggak selesai juga...