Toleransi itu Berawal dari Keluarga #NulisSetiapHari
Siang itu, seorang ibu nekat nyamperin food court di sebuah pusat perbelanjaan di dekat rumahnya. Tujuannya satu, membeli makanan untuk anaknya yang baru berusia tiga tahun. Entah karena malas atau memang dia sengaja nggak masak untuk buah hatinya, siang itu dia tidak punya nasi sedikitpun di rumah.
Panas, gerah, haus (duh...) dalam keadaan berpuasa, ia melangkahkan kaki menuju kasir untuk memesan makanan. Sampai di kasir, dia kaget mendapati antrian mengular menghadangnya. Padahal ini bulan puasa, banyak banget ternyata yang butuh makan di siang bolong.
Di dekat ia berdiri mengantri, ada sebuah meja ditempati oleh sebuah keluarga. Ada bapak, ibu
"Buruan dimakan!" Teriak bapaknya.
Bocah kecil berumur 3 tahun meraih nasi dan minumnya.
"Jangan lupa dihabiskan" Pesan sang ayah.
Ibu yang sedang mengantri itu langsung manajamkan telinga, menatap ke arah keluarga yang sedang makan. Berharap ada obrolan selanjutnya yang bisa ia "curi". Sayangnya, setelah sang ayah itu bicara tak ada lagi suara suara di tengah meja mereka. Bapak ibunya sibuk dengan gadget masing-masing. Sedang sang kakak, duduk melihat pemandangan sekitar sambil sesekali melirik ke adiknya yang sedang makan.
Antrian makin maju. Ibu-ibu yang tadinya berada di paling belakang, kini sudah berada di urutan nomer dua dari depan. Disusul lagi barisan-barisan baru di belakangnya.
"Ajib! banyak banget yang ngantri...???" Batin si ibu.
Lebih heran lagi, dari deretan panjang antrian itu, ternyata hanya dua orang yang makanannya dibawa pulang. Sudah termasuk si ibu kepo tadi
Sebelum meninggalkan food court, ibu itu menatap sekilas seluruh pengunjung di tempat makan tersebut. Sedih deh...Terbayang kenangan di benaknya, kenapa emaknya dulu begitu galak banget melarangnya makan di tempat umum kalau pas ramadhan, nggak boleh makan di depan orang puasa, nggak boleh ngomongin makanan sama orang puasa, apalagi terang-terangan godain orang yang sedang puasa.
Kini, ia tumbuh jadi ibu yang malu makan di tempat terbuka saat hari tengah puasa, ketika sedang berhalangan pun ia nggak pernah makan siang. Bahkan ia juga nggak pernah absen makan bareng orang sahur dan berbuka.
Sampai di mobil, ia berniat membuka bungkusan ayam krispi dan es soda untuk anak kecilnya. Tapi urung. Di jok belakang, ada seorang anak yang sedang berpuasa. Ia teringat bocah yang duduk di food court tadi. Ngebayangin, betapa beratnya ia menahan godaan tatkala hari panas, tenggorokan kering kerontang dan harus melihat adiknya minum es soda#cleguk. Padahal ia sedang berpuasa.
Sampai rumah, ia boyong anaknya ke dapur. Ia tutup pintu rapat-rapat biar nggak ada yang masuk dan melihat bocah tiga tahun itu makan ayam krispi.
Toleransi...menghargai...atau apapun namanya, tak perlu gembar gembor di media. Nggak usah pakai corong segala buat ngomongin toleransi. Belajar menghormati orang puasa bisa di mulai dari keluarga, dari sekarang dan kapan saja.
Biarlah warung makan tetap buka, toh mereka juga butuh uang buat lebaran. Biarlah nggak ada acara bangunin sahur yang gedombrengan, toh memang itu mengganggu kan, ya? Yang penting kita tetap sahur. Yang lebih penting lagi, kita tetap berpuasa :)
Kerudungnya kan dicoret? Jadi mungkin bukan muslim, ajarannya memang beda. Nggak usah dipikirn.
BalasHapusHahaha....mak lusi bisa aja deh:)
BalasHapus