Langsung ke konten utama

Mengenal Silsilah Keluarga, Menghindari Kepunahan


Dulu, waktu saya masih kecil, sering banget diajak pergi ke tempat seorang kakek. Setiap Ramadhan datang dan lebaran tiba, rumah kakek itu nggak pernah terlewat dari jadwal kunjungan keluarga. Padahal, rumah beliau berada di bawah kaki gunung yang akses jalannya saja bikin deg-deg an. Di kanan kiri adanya cuma batu padas dan tebing tinggi. Tapi kami sering sekali berkunjung ke rumahnya. Kalau lebaran tiba, sanak saudara berkumpul di rumah beliau sambil goreng ikan lele yang di tangkep dari samping rumah. Anehnya, sampai sekarang saya sama sekali nggak ngeh siapa kakek itu. Maksudnya, ada hubungan darah dengan siapa dan bagaimana sama sekali saya nggak ngerti sampai sekarang

Mungkin dulu saya pernah di ceritain sama emak, tapi sayang saya lupa. Saya cuma ingat kalau kakek yang sering kami datangi itu saudaranya mbah kakung ( kakek saya ). Tapi ada juga yang bilang, kalau kakek yang sering kami datangi itu saudara tirinya mbah kakung. Entahlah...Sejak kakek itu meninggal, kami sekeluarga sudah tidak sering berkunjung lagi ke sana. Rumahnya kosong, mbah uti (istrinya) tinggal sama anaknya di kota.

Nah, semalam saya dapat kabar dari emak. Sekitar jam 11 malam, emak sms katanya ada adiknya mbah kakung yang meninggal. Bayangan saya langsung mengudara ke Pacitan. Karena setau saya, saudara mbah kakung itu semua tinggal di pacitan. Dengan pd nya saya bilang ke emak, "Berarti hari ini berangkat ke Pacitan semua buat melayat?"

Emak langsung kirim jawaban,"Nggak lah...kan saudara mbah kakung ini cuma tinggal di desa warso"

Gedubraaaak...

Desa Warso itu hanya berjarak 2 km dari rumah. Jlebb....antara sedih, kecewa, terharu, dan perih. Bagaimana bisa, saudara mbah kakung yang hanya tinggal  dekat dengan rumah nggak tau. Sambil terus menerawang, mengingat wajahnya, apakah saya pernah dimomong waktu kecil, saya sms emak lagi.

"Emang udah nggak tinggal di pacitan lagi?"
"Nggak lah...rumahnya kan, emang dari dulu di situ"

Saya langsung tutup mulut. Kejadian ini, membuat saya mengingat-ingat kembali silsilah keluarga dari bapak, emak, dan para mbah kakung buyut yang terdahulu. Dan ternyata, pengetahuan saya hanya mentok pada kakek dan nenek saja. itu pun karena memang sering bertemu.

Padahal, setahun yang lalu, saat mbah kakung meninggal kami semua berkumpul. Saudara mbah kakung datang menghadiri pemakaman. Tapi entah kenapa, kami nggak seakrab dulu lagi. waktu saya masih kecil dan mbah kakung masih segar bugar, sehat bisa pergi ke mana mana, hampir tiap tahun kami pergi ke Pacitan. Padahal, ke Pacitan itu harus jalan kaki naik turun gunung selama setengah hari lebih. Saya masih ingat, waktu itu masih di gendong gantian sama mbah mbah dan ponakan kakung sambil ngos-ngosan naik gunung.

Walaupun jauh dan penuh tantangan untuk datang ke rumah saudara di Pacitan, mbah kakung selalu semangat pergi ke sana. Dan kalau nggak dateng ke sana, biasanya orang Pacitan lah yang dateng ke rumah.

Kalau pas ngumpul rame banget. Dan kalau dateng ke rumah itu biasanya nginep. Kalau ngine, emak bakalan masak opor ayam yang banyaaaakk dan lezat sepanjang masa. Banyak makanan. Dan satu lagi, rumah biasanya bersih karena banyak yang bantuin nyapu hehehe...

Kami akrab satu sama lain. Mainan bareng ke sawah metik cabe. Kalau pas panen, waduh...ramenya....banyak yang bantuin.

Tapi beda dengan sekarang. Saat mereka, termasuk saya udah pada gede-gede, ketemuan jadi jarang, kalau ketemu biasanya kikuk mau ngomongin apa. Obrolan tambah nggak seru karena biasanya saya nggak tau sejarah dan perjalanan hidup mereka. Kalau tau ceritanya kan, ngobrol jadi gampang. Lha ini..blas..kadang nama saja lupa hehe....

Ironis...dari situ, berangsur-angsur jalinan silaturahmi jadi terputus. Bukan karena saling benci, tapi karena tidak kenal keturunan mereka yang selanjutnya. Kalau mbah-mbah tetua sudah tiada dan nggak ada yang punya inisiatif untuk mengumpulkan kembali, di situlah kepunahan terjadi. Punah dalam arti nggak kenal siapa "akarnya".

Kalau ditanya, siapa nama saudara mbah kakung saya? jreng...jreng...#garuk garuk tanah. Masih mending, saya masih akrab sama saudara bapak. walaupun nggak akrab banget tapi masih kenal. Kalau ketemu masih bisa ngobrol walaupun terakhir kali bertemu tahun 2007 saat nikahan saya hiks...hiks...

Dari peristiwa itu, saya mengambil hikmahnya. Ternyata, kepunahan seseorang itu nggak cuma dialami sama para pecinta sesama jenis saja. Yang sudah dipastikan mereka nggak bisa menghasilkan keturunan. Alias tidak bisa berkembang biak. Tapi kepunahan juga menyerang orang-orang yang nggak tau silsilah keluarga.

Kamu setuju kan?

Dan ternyata....arisan keluarga itu penting! Apalagi kalau dilakukannya setahun sekali. Sambil nungguin uang arisan yang keluar bisa ngobrol bareng keluarga. Dan yang lebih penting lagi, kita jadi tahu rumah baru mereka:D

Walaupun....arisan keluarga yang dilakukan setahun sekali itu juga ngeselin. Ngeselin kalau ada anggota keluarga yang nyinyir sana sini. Bandingin kesuksesan anak satu dengan yang lain. kalau anaknya udah kaya aja, pamernya sampe berbusa. Ibu rumah tangga biasanya cuma bisa diem, ngringkuk di pojokan sambil ngeblog atau fb kan hahahhaa.....




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu