Guru: Kenangan Yang Tak Usang Dimakan Waktu




Nggak terasa ya, ini sudah pertengahan bulan April. Dan di bulan April ini belum ada postingan satupun di blog. Terlebih jika saya cek, ternyata sudah seminggu full saya tidak buka blog. Gregetan!! Kemana aja coba? bukannya kemarin katanya mau fokus dulu ke blog?!?

Oke...oke...tenang...! nggak usah panik. Yang pasti saya tetap nulis. Dan saya masih tetap ngebet nulis di blog ini. Walaupun tadi pagi, saya sudah melakukan sebuah kesalahan dalam membuat jadwal. Pagi-pagi tidak ngeblog seperti biasanya, saya malah buka facebook. Tapi beruntung, saat buka facebook itu, saya langsung dapat ide tulisan.

Dan beginilah ceritanya...
Tadi pagi ketika saya mulai membuka fb, tiba-tiba melihat foto sosok yang sudah tidak asing lagi bagi saya.Tidak berubah. Masih seperti yang dulu.

Siapakah beliau ini?

Tak lain dan tak bukan adalah guru Bahasa Jawa saya waktu SLTP. Tujuh belas tahun berlalu. Dan sosoknya, masih belum hilang dalam ingatan saya. Masih bermata sipit:D

Pak Nimanto, kami memanggilnya dengan sebutan Pak Nim. Pak Nim adalah sosok yang selalu kami  rindukan waktu itu. Cara mengajarnya lucu. Apalagi kalau Bahasa Jawa ada di jam terakhir. Yang sebelumnya pada ngantuk, pasti langsung sumringah. Bagi Pak Nim, membuat anak-anak tertawa dengan lelucon yang dibuatnya itu sudah merupakan kepuasan tersendiri. Walaupun terkadang, leluconnya garing dan tidak masuk akal.

"Nggak usah spaneng, lagian kalian ini kan orang Jawa, lahir di Jawa, bapak emaknya orang Jawa, lha mosok pelajaran Bahasa Jawa nggak mudeng?" begitu, katanya Pak Nim.

Sampai sekarang saya tidak tau, artinya spaneng ki opo?

Menemukan beliau di fb dan melihat fotonya, saya jadi teringat guru guru yang lain.

Apa kabar, Bu Kris?
Bu Kris, guru Bahasa Indonesia yang selalu nyubit pipi saya kalau ketemu di kantin. Teman-teman saya bilang, beliau nenek lampir. Karena giginya reges dan berwarna hitam semua. Tapi seingat saya, beliaulah satu-satunya guru yang tidak marah dipanggil nenek:D

Apa kabar Pak Iyan? Pak Iyan, guru matematika yang mengubah hidup saya. Masih ingat nggak, Pak? Dulu, saya selalu dapat paraf terendah di kelas. Teman teman saya bisa dapat paraf lebih dari sepuluh biji dalam setiap sesi pelajaran.Tapi saya selalu nol. Dan akhirnya, saya nyamperin bapak. Kecewa? iya. Benci? banget. Saya ingin memaki-maki bapak waktu itu.Tidak peduli, ketika saya protes nanti, bapak justru nyuruh saya ngadep tiang bendera menjalankan hukuman. Atau bapak akan marah ketika melihat rambut saya ada sedikit warna merahnya. Ketika bertemu, justru saya berucap seperti ini,

"Jadi gimana, Pak, biar saya bisa mengikuti pelajaran matematika?" 

“Latihan, fokus, dan sabar!”

Di mata saya, waktu itu Bapak tidak terlihat menyeramkan seperti ketika mengajar. Tapi justru, suara Bapak terasa adem di hati.

Pak Parto, guru akuntansi kami yang nyambi beternak bebek. Setiap pasaran wage, jam pelajaran selalu kosong. Pak Parto selalu menjual telur bebeknya di hari pasaran wage ke pasar. Kalau jam akuntansi bertepatan hari wage, kami semua bebas merdeka. Apalagi kalau jadwalnya ada di jam terakhir. Setengah jam sebelum bel pulang, kami sudah menenteng tas masing masing.

Pak Parto, dulu kami menyebut dengan sebutan Parto Bebek, karena Bapak nyambi ngurus bebek-bebek. Maafkan kami ya, pak….kami dulu masih tidak mengerti, kenapa Bapak yang guru itu harus nyambi jualan telor bebek. Sekarang kami tahu pak, bahwa menjadi guru itu tidak harus mengajar saja. Tapi juga harus bisnis yang lain agar tidak berpikir untuk korupsi.

Pak Jatmiko, guru fisika yang selalu terdzalimi. Setiap beliau serius nulis di papan tulis, yang tersisa di bangku belakang hanya dua anak. Paling banter enam anak. Yang lainnya mlipir ke kantin, termasuk saya.

Pak Jatmiko marah? Tidak.
Bapak menyusul ke kantin, dan menggandeng tangan kami satu persatu.

“Ayo…belajar dulu. Makannya nanti”

Ah, bapak terlalu baik!

Pak Madi, guru bahasa Indonesia yang saya banggakan.Teman-teman saya bilang, Bapak guru kurang kerjaan. Ngapain coba, harus ngapalin awalan, kata depan, disambung, nggak disambung. Berhubung saya suka pelajaran Bapak, saya hapalin semuanya. Sekarang, saya tidak terlalu repot belajar EYD lagi, Pak. Dan itu berkat Bapak. Nggak rugi buku Bahasa Indonesia saya sampai sobek-sobek saking seringnya dibawa tidur.

Pak Nono, guru Bahasa Inggris sekaligus seorang seniman lukis. Yang saking cintanya sama kereta api, sampai rumahnya dibentuk seperti gerbong kereta. Beliau ini pecinta bonsai. Yang setiap mengajar tidak lupa dengan kalimat, the babrakan of lawuh.

She,he, it sepiring dengan is.
They,we semangkok dengan are.

Agar kami mudah mengingatnya. Dan benar, Pak. Sampai sekarang saya belum lupa catatan itu.
Dan masih banyak lagi kenangan-kenangan yang hadir dalam benak saya. Sayangnya, dari sekian banyak guru yang pernah menorehkan ilmunya, tak satupun dari mereka yang pernah saya hubungi. Sedih. Mengingat dulu, saya dekat sekali dengan beliau-beliau ini.

Pernah sekali saya bertemu dengan Pak Madi. Saat bilang kalau saya sudah jadi guru, Pak Madi menjabat tangan saya dan berpesan,

"Jadi guru yang BAIK dan SABAR ya, Bapak bangga padamu"
 
Sekarang saya tidak tahu, apakah Pak Madi masih bangga lihat kerjaan saya hanya ngeblog, facebookan dan tukang beres-beres rumah:D.
Kenangan itu tidak akan pernah saya lupakan….
Hari ini, saya meminta konfirmasi pertemanan dengan Pak Nim. Tapi belum dibalas. Apakah Pak Nim masih ingat saya? Entahlah, mungkin saja tidak. Tapi saya masih ingat beliau dengan segala gerak-geriknya.

Semoga saja setelah ini, saya menemukan guru-guru yang lain. Ada rasa yang berbeda setiap mengenang mereka. Rasa benci yang dulu sempat hadir, perlahan-lahan menjadi sebuah kerinduan.

Masihkah kamu mengenang para guru yang dulu sudah menorehkan ilmu?
Atau jangan-jangan, kamu masih dendam mengingat beliau pernah menyuruhmu ngadep tiang bendera. Atau.. masih kecewa karena kamu pernah tidak naik kelas gara-gara salah satu gurumu?

Bagi para mantan murid, sejelek-jeleknya guru, beliau sudah berjasa menorehkan ilmu untuk kita. Jika bertemu, sempatkanlah menanyakan kabar. Kebahagiaan terbesar bagi seorang guru adalah ketika dicolek sama muridnya. Dan ditanya kabar kesehatannya. Saya sudah merasakannya sendiri, betapa bahagianya bertemu dengan para mantan murid. Lalu mereka salaman dan bilang,"Sehat,Bu?"

Bagi para murid yang tiap hari masih bertemu guru di sekolah, nikmatilah...Kelak, jika hidupmu sudah berlari jauh ke depan, kamu akan sangat merindukan mereka. Para guru yang kadang menyebalkan, tidak berperasaan, dan seenaknya sendiri.

Guru tidak hanya yang mengajar di sekolahan. Tukang nyapu yang dulu ngajar saya TPA pun saya anggap guru. Jadi intinya, siapapun itu, seseorang yang sudah pernah menorehkan ilmu pada kita harus kita hormati dan kita kenang selamanya.

Nah, begitulah kira-kira cerita saya hari ini.

(mengawali tulisan di bulan April) 


Komentar

  1. memang guru adalah pedoman yang terbaik kok, semangatnya wajib dicontoh hehe..

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah komentar di blog ini. komentar insya Allah akan saya balas. Atau kunjungan balik ke blognya masing masing :)

Postingan Populer