Langsung ke konten utama

Pos Sosial Dalam Anggaran Keuangan


Dulu...dulu banget, saat saya dan suami masih merintis keluarga baru, kalau ada yang datang mintain sumbangan atau duit apalah apalah ke rumah itu males banget. Apalagi kalau mintainnya pas mendekati akhir bulan menuju tanggal tua. Rasanya pengen banting panci. Memang, terkadang dilema juga. Mau diiyain, persediaan duit udah mulai menipis, tapi kalau nggak ngasih, ya mau nggak mau. Dan ujung-ujungnya jadi nggak ikhas. Padahal, memberi tanpa keikhlasan itu sama saja tidak memberi.


Lalu, suami punya inisiatif untuk memberikan pos sosial di anggaran keuangan kami. Pos sosial itu, berisi sejumlah uang yang memang sengaja dianggarkan untuk kegiatan sosial. Misalnya, nengokin orang sakit, nengokin bayi, untuk sumbangan, untuk acara perayaan-perayaan kalau pas agustusan, infak, dsb. Yang sifatnya untuk orang lain.

Dari situ, kehidupan keuangan jadi begitu membaik, alias sehat, alias nggak ngedumel lagi kalau dimintain sumbangan.

Pos sosial, sengaja kami hitung pakai persenan. Menurut sama gaji suami tiap bulan. Kalau gaji suami lagi banyak, ya uang sosial itu banyak juga. Tapi, kalau gaji suami pas sedikit, ya hasilnya sedikit. Lumayan lah...uang buat nengokin orang sakit nggak harus nyatut uang sayur hahahha

Kadang-kadang, kalau pas uang sosial muncul dengan jumlah nominal yang lebih banyak dari saku, setan langsung nari balet di depan mata. Ngerusuh nyuruh hati iri. Tapi tak kuat-kuatin #hiks. Belajar memberi dan berbagi disertai keikhlasan. Justru di situlah letak seninya dalam memberi. Setan menggoda hati untuk tidak ikhlas, dan hati bertahan untuk ikhlas. Jadi perang batin. Tapi tetap yang menang biasanya yang ikhlas. Karena apa...?? karena emang duit itu kan sudah diniatin untuk orang lain. Jadi lebih mudah juga nendang setannya.


Tapi kadang-kadang, uang yang ada di pos sosial itu masih nyisa banyak, padahal udah mendekati gajian. Kalau kejadian seperti itu, biasanya saya tetep habisin sampai habis. Saya nggak mau berurusan sama tindak pidana korupsi keluarga ya...Uang itu sudah diamanahkan untuk dikasih ke orang lain, jadi ya harus amanah dong...

Trus kalau kurang gimana?

Kadang-kadang, emang dalam waktu sebulan itu pengeluaran untuk sosial banyak banget. Banyak tetangga yang sakit, yang lahiran, yang harus ditolong, makanya uang cepat habis. Kalau begitu biasanya, saya mau nggak mau ambil uang tabungan. Anggap aja itu tabungan buat akherat, harus ikhlas, harus legowo. Dengan catatan, uang tabungan memang masih ada. Kalau nggak ada ya, berarti sudah cukup. hehehe

Jadi sebenernya saya mau nulis apa ini, kok jadi mbulet?

Sebenernya, saya cuma pengen ngomong. Sebaiknya, ada uang anggaran untuk sosial dalam keuangan kita. Kenapa? karena kita kan makhluk sosial, jadi terkadang harus berhubungan dengan orang lain. Dan kadang juga melibatkan duit di dalamnya. Jadi nggak ngedumel kalau pas ditarikin untuk nengokin orang sakit, misalnya.

Jumlah uang sosial tidak harus banyak, yang penting ikhlas. Mudah-mudah an rejekinya jadi berkah. Dan lebih penting lagi, biar emak-emak tetap waras kalau diajakin nengokin orang sakit atau lahiran. Nggak perlu nglempar panci sama orang yang narikin hahahahhaha

Jadi emak-emak, sudah ada uang untuk sosial kah?

Eh, tapi Bukan sosialita lho ya...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu