Langsung ke konten utama

Pinjem, ya......!


Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, sudah sewajarnya mereka akan berhubungan dengan manusia lain
maka
“saling tolong menolonglah dalam kebaikan” 
-diambil dari mana saja-

Jadi ceritanya, suatu hari shasha ribut minta dibelikan sepeda baru. 
“ semua teman teman sudah beli sepeda baru…” katanya
Berhubung bunda sedang musim pengiritan, keinginan bunda untuk beli sepeda baru terpaksa untuk sementara ditolak dulu. Shasha sempat protes, ngambek, dan melayangkan argumennya untuk memenangkan keinginannya beli sepeda baru.
“ sepeda lama kan, masih ada kak….” Bunda membujuk bujuk. Membesarkan hati anaknya yang masih ngeyel.
“ sepeda yang lama sudah rusak bun…..ban nya udah nggak bagus “ kata shasha beralasan. Bunda  tersenyum simpul. Mengamati sepeda milik shasha yang……..terlihat masih kokoh. Hanya memang, bannya perlu diganti. Mengingat besinya udah mulai karatan.
“ ya udah, beli ban aja….”
Shasha merengut. Minta sepeda kok malah di beliin ban????
Akhirnya, ayah membelikan ban untuk sepeda shasha. Dua sekaligus. Setelah di pasang, seharian Shasha main sepeda sama teman temannya. Ngebut sana, ngebut sini. Dari jauh, bunda memperhatikan Shasha yang mulai membujuk bujuk temannya untuk gantian sepeda. Sepeda temannya yang masih baru.
“ kak, pakai sepeda sendiri saja….” Bunda memperingatkan Shasha saat ia pulang untuk mengambil air minum.
Shasha merengut lagi.
“memang kenapa kalau Shasha pinjam sebentar…?” Shasha mulai ngeyel lagi.
“kalau rusak gimana?”
“mana mungkin rusak, kan sepeda baru..”
“ iya….tapi kan tetep aja rusak kalau di pakai buat ngebut kaya gitu…” bunda member penjelasan sama Shasha.
“ kalau gitu, beliin Shasha sepeda baru”
Huft….tuh anak emang ngyel banget.
Sorenya, tiba tiba Shasha pulang sambil membawa sepedanya yang rusak. Jari jari rodanya bengkok, ban nya hampir saja meletus.
“lho…kenapa ini?” saya setengah tertawa bertanya.
“ bannya patah…..tadi, dipake temenku trus jatuh…” jawabnya nyengir. Serasa dapat angin segar, Shasha berharap saya mebelikan sepeda baru untuknya. Setelah ban sepedanya “ sekarat”
“ oh……ya udah, memang ban sepdanya kemarin ayah belinya yang murah. Ntar beli lagi aja yang agak bagus” kataku spontan.
Shasha tiba tiba saja ngomel.
“bunda, nih…pelit banget. Suruh beli sepeda malah beliin ban lagi. Huh…..”
Hahaha…..kontan saja saya langsung ketawa. Bener juga kata dia. Tapi kan, sudah di bilangin kalau bunda lagi nggak punya duit.
Hari itu juga, ayahnya beli ban baru lagi yang lebih bagus dari kemarin. Pas selesai dipasang, lagi lagi Shasha main sama temannya seharian. Ngebut, ngerem, ngebut, ngerem….seperti sengaja pengen ngrusakin sepedanya. Dari jauh, saya lihat Shasha masih suka pinjem sepeda temennya yang baru. Kesal, akhirnya saya panggil dia pulang. Saya ngomel nggak karuan. Berharap mengerti, kalau dia dilarang minjem ninjem.
“ kalau nggak punya itu ya, udah…..nggak usah pakai pinjem pinjem segala” kataku jengkel
“ pakai saja punya sendiri, punya sendiri lebih baik dari pada minjem” kataku agak keras. Kesel melihat Shasha suka minjem barang temannya. Bagi saya, meminjam itu adalah hal yang sangat terlarang di rumah kami. Kami selalu punya prinsip, pakai saja apa yang kita miliki. Kalau nggak ya, nggak usah pinjam” hal itu, membuat hati saya lebih aman dan nyaman. Nggak kepikiran sama barang orang, kalau belum mengembalikan atau rusak. Dan tentu saja kita jadi tidak selalu mengandalkan orang lain. mensyukuri apa yang kita punya saja. Pokoknya, memakai barang orang itu nggak enak banget di hati. Klop sama suami saya. Dan prinsip itu, akan saya tularkan ke Shasha. Tapi sepertinya, Shasha masih susah untuk mengerti.
Sampai akhirnya, ban baru Shasha pun nasibnya sama dengan yang sebelumnya. Pecah, dan satunya bengkok lagi. Dapakai temannya, tukeran sepeda. Nah, kalau begitu kan jadi nggak enak. Mau minta ganti, masa iya mau minta ganti? Nggak minta ganti, Shasha nggak punya sepeda. Lagi pula, kita nggak tau juga kan siapa yang mecahin bannya. Akhirnya, bunda ngambek. Nggak ada beli beli ban lagi. Biarin aja Shasha bengong. Melihat saya agak serius marahnya, Shasha ngumpet ngumpet minjam sepeda temannya.
“nanti, kalau sepeda temannya rusak…bunda nggak ada duit buat ganti…!” begitu pesanku sama Shasha. Dan lambat laun Shasha mulai mengerti. Kalau minjem itu, ada resikonya. Kalau rusak, tentu saja harus ganti. Kalau duitnya buat ganti sepeda temannya yang rusak, duitnya nggak cepet terkumpul, Shasha jadi lama punya sepeda barunya…..nah….begitulah. sampai akhirnya ayahnya mendapatkan rezeki trus beli sepeda baru di bulan berikutnya. Saya dengan tegas mewanti wanti. Pakai sepeda milik sendiri!

Dilain waktu, Shasha ada acara mabit di sekolahnya. 
“ disuruh bawa kasur kecil, bun…” katanya selepas pulang sekolah. Saya rada mikir. Nggak punya kasur kecil. Trus pakai apa??? Setelah saya cerita ke tetangga, mereka usul di bawakan bed cover aja. Dilipat sama kok dengan kasur tipis. Tapi kan dirumah nggak ada bed cover juga. Akhirnya, tetangga itu berbaik hati minjemin bed covernya. Sampai dirumah Shasha nanya,
“ punya siapa nih bun…?”
“ punya temen bunda…”
“tuh, kan…bunda minjem minjem….kalau nggak punya pakai aja yang kita punya. Nggak usah minjem minjem. Kata bu guru pakai sprei tebal juga boleh lho…."
“ntar kalau rusak, duit bunda abis buat ganti.” saya menelan ludah getir. Oh noooooo……
Dari situ, saya termenung lama. Apa yang Shasha katakan benar. Seperti prinsip yang saya tanammkan ke dia selama ini. Dan saya memikirkan hal ini cukup lama….dan tentu saja dalam.
Dalam kehidupan kita sehari hari, ada tetangga, ada saudara, ada tetangga jauh pula, ada teman. Tidak bisa kita pungkiri, bahwa ada masanya terkadang kita saling membutuhkan mereka. Salah satunya, ya minjem meminjam itu tadi. Apakah prinsip yang saya pegang itu sudah benar? Bahwa meminjam itu diilarang? Dalam agama islam, pinjam meminjam itu boleh kok…asal tidak melanggar ketentuan yang ada dalam Al qur'an. setahu saya, meminjam uang itu boleh. Asal tidak pakai bunga, niatnya menolong, mempererat tali silaturahmi. Kalau meminjam barang, saya belum pernah dengar penjelasannya. Hanya saja, saya berpikir itu diperbolehkan. Asal tidak dimaksudkan untuk berbuat maksiat, harus di kembalikan utuh tidak kurang, dan tentu saja wajib mengganti kalau rusak. Akhirnya, saat itu juga, saya memutuskan untuk mengubah prinsip saya. Boleh pinjam, tapi…..ada syarat dan ketentuan berlakunya.. Ini nih aturannya:
Ø  Minjem duit
Walaupun suami saya ngeyel, nggak boleh pinjaem duit kalau nggak kepepet pet pet….dan, nggak boleh pinjem duit dalam jumlah yang sepele. Maksudnya, pinjem duit gopek, seribu, dua ribu….atau jumlah kecil lainnya karena takut” ketlingsut” maksudnya, kececer trus lupa nggak kembaliin. Atau , kalau harus terpaksa pinjem, harus cepet cepet dikemblaikan. Dan ada kesepakatan terlebih dahulu. Pinjem duit itu = utang. Harus bayar. Kalau nggak bayar ditagih sampai mati. Meskipun Cuma uang gopek
Ø  Pinjem barang
Boleh pinjem barang, tapi ingat........ Kalau barang itu rusak kira kira kita bisa bertanggung jawab nggak buat ganti? Sanggup nggak kondisi kita untuk menggantinya? Kalau kita rasa kita mampu menggantinya, silahkan pinjam. Dengan catatan, harus segera dikembalikan. Dikembalikan dengan kondisi utuh seperti semula. Nggak kurang, nggak rusak. Dan….kalau seandainya rusak, kita harus minta maaf . dan tentu saja mengganti seperti kondisi kita pinjam.
Begitulah……..
Setelah melewati diskusi panjang lebar, ngeyel, mrengut…dsb. Di ketok palu aturan baru di ruamah ini. Asik, bisa pinjam. 
Tuh kan, saya jadi nglirik rak buku. Buku siapa ya??? Perasaan kok saya nggak pernah beli???? Hahaha…….




Komentar

  1. jadi inget dulu pas jaman masih kecil, mama menerapkan aturan gak boleh saling pinjem baju *maklum kami 2 bersaudara cewek semua* alasannya nanti pacarnya salah manggil kalau pas make baju pinjeman.. baru tahu kl itu cara mama biar anak2nya menghargai apa yang dia punya dan PD dengan yang selera masing-masing..

    BalasHapus

Posting Komentar

terima kasih sudah komentar di blog ini. komentar insya Allah akan saya balas. Atau kunjungan balik ke blognya masing masing :)

Postingan populer dari blog ini

Gigi Sudah Dicabut Tapi Masih Sakit

Gak punya foto dokter giginya. Adanya foto botol isi air garam buat kumur-kumur saat tindakan Selama pandemi ini, saya sering banget sakit gigi. Bentar-bentar sakit gigi, bentar-bentar ke dokter gigi. Padahal, ke dokter gigi dalam situasi seperti ini horor banget. apalagi kalau tempat dokter gigi langganan kena zona merah. Mau ke rumah sakit juga tambah takut. Masalah gigi ini sebenernya sudah lama banget. Tapi baru sekarang-sekarang ini aja bener parahnya. Disebabkan gigi geraham belakang bolong, trus lubangnya semakin lebar nggak karuan.  Sering sekali saya minta cabut aja sama dokter gigi. Tapi dokter gigi yang saya datangi seringnya menolak. Alasannya, tensi saya 130/90. Jadi kalau mau cabut gigi harus ke rumah sakit dulu, ke dokter penyakit dalam untuk cek segala sesuatunya sekaligus menurunkan tensi. Ujung-ujungnya ya ke rumah sakit dulu. Berhubung saya masih belum berani ke rumah sakit. Apalagi harus periksa gigi, harus cek ini itu, akhirnya acara cabut gigi batal terus. Daaaan.

Trip Sukabumi #Museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan

Kemarin, saat kami berkunjung ke Sukabumi mengikuti kaki melnagkah dan nggak tau mau melangkah ke mana lagi, akhirnya ada informasi katanya di Parung kuda ada sebuah museum. Museumnya bernama museum Palagan Perjuangan Bojongkokosan. Dari luar, kami sama sekali nggak mengira kalau di dalam sebuah area yang ada patung gedenya itu ada museum tersembunyi. Saat kami mau masuk pun, bingung mau masuk lewat mana. Ada beberapa anak berseragam sekolah yang mlipir mlipir di dekat pagar. Ketika kami dekati, ternyata itu bukan  jalan masuk utama. Hanya jalan kecil buat lewat satu oarang yang suempit banget. Setelah muterin wilayah berpagar itu, kami akhirnya bertemu dengan seorang bapak dan ditunjukinlah ke mana kami harus masuk. Mendekati pintu gerbang utama, banyak anak sekolah yang lagi nongkrong. Eh, ngomong-ngomong pintu gerbang...pintu gerbang masuknya ternyata udah nggak layak banget. Seperti mau roboh dan susah dibuka #ngenes Saat kami masuk nggak ada satupun yang menyambut #eaa

Jalan-Jalan Nikmat di Kampung Turis

Waktu pertama kali dengar nama kampung turis, bayangan yang terlintas di benak adalah sebuah kampung yang banyak turisnya. Atau...sebuah tempat yang isinya menjual aneka jajanan berbau asing. Kayak di kampung cina, yang isinya macam-macam barang yang berbau kecinaan. Tapi ternyata saya salah. Kampung turis ternyata sebuah resto(tempat makan), tempat ngumpul bareng, tempat renang, tempat main anak, sekaligus tempat nginep. Bahasa gaulnya, Resort and Waterpark. Kampung Turis berlokasi di Kp. Parakan, desa Mekar Buana, kecamatan Tegal Waru-Loji, kab Karawang, Jawa barat. Jadi ceritanya, minggu pagi itu rencananya kami sekeluarga mau ke curug Cigentis. Di daerah Loji juga. Tapi berhubung pagi itu, saat mau berangkat mobil ngambek jadilah kami nunggu mobil pulang dari bengkel. Pulang dari bengkel sudah jam 11 siang. Kalau nggak jadi berangkat rasanya galau banget, kalau berangkat sepertinya tidak memungkinkan karena perjalanan dari rumah ke Loji saja sudah 2 jam. Kalau mau nekat ke curu