Menghargai Sebuah Kejujuran
Menghargai Sebuah Kejujuran
Seperti biasa, sepulang dari sekolah saya langsung ngecek tas Shasha. Melihat apakah ada tugas atau PR. Membuka satu per satu buku paket dan buku tulisnya. Membuka buka buku penghubung melihat adanya kemungkinan Shasha melanggar aturan. Dan semuanya baik. Hanya saja, di buku bahasa inggrisnya ada nilai 50 terpampang di sana. Ditulis dengan tinta merah dan besar. Plus tanda tangan guru dan dibubuhi tanggal hari ini. Saya heran, kenapa ya? Padahal, Shasha senang sekali pelajaran itu. Bahkan, dari sekian banyak hari yang dilaluinya di SD dia belum pernah mendapatkan nilai separah itu setiap harinya.Kupikir, pasti ada sesuatu yang salah. Akhirnya, saya tanyakan hal ini ke dia
" Kak, hari ini Shasha dapet nilai berapa?" kataku pura pura nggak ngerti.
" 50 " katanya mantap
"lho....kok bisa? emang di suruh ngapain?"
Shasha yang waktu itu lagi mainan masak masakan, berhenti sejenak. Lalu berlari ke dalam mengambil buku bahasa inggrisnya.
"Nih bun.....kan disuruh liatin gambar...." katanya sambil menunjukkan gambar bermacam macam makanan.
"Trus pertanyaannya?"
"Kata bu guru, Shasha diminta menuliskan 10 makanan kesukaan "
"Trus kenapa cuma diisi lima?"
"Soalnya, Shasha cuma suka lima aja.....yang lain nggak suka"
"Kenapa nggak cari sampai sepuluh?"
"Kan Shasha sukanya cuma lima " katanya masih ngeyel.
"Tapi kan disuruhnya sepuluh?"
"Shasha nggak suka yang lain. Kalau nggak suka, nggak usah dipaksa bunda, nanti muntah"
"oh......" Saya tertawa mendengar jawabannya.
Betul.....Shasha memang hanya suka lima macam makanan. Menurut pengakuan dia, itu sudah betul dan sudah termasuk jujur. Sebuah kejujuran bahwa ia tidak menyukai makanan tertentu. Tapi, bagi gurunya apa yang Shasha lakukan itu salah. Harusnya, ia mengikuti pertanyaan yang ada. Diminta mengisi 10 kok, cuma diisi lima?
Jadi yang salah apanya???
Yang salah adalah, cara penilaiannya. Atau dulu saya biasa sebut sebagai kriteria penilaian guru. Pertanyaan semacam itu kan sebenarnya pertanyaan yang bersifat subyektif. Sepeti halnya kita menyodorkan sebuah gambar, dan kita meminta orang untuk menilainya. Ada yang bilang bagus dan ada juga yang bilang jelek. Tergantung dari selera si penilai.
Kalau menurut saya, atau seandainya saya yang jadi gurunya, mungkin akan saya beri nilai seratus semua. Dengan catatan, menulis makanan yang ia suka. Tak masalah hanya menuliskan satu saja, kalau memang ia hanya menemukan satu gambar makanan kesukaannya. Dan tentu saja ketepatan penulisan. Ini khusus untuk pelajaran bahasa indonesia.
Nggak adil rasannya, kalau mereka sudah jujur tapi masih mendapatkan nilai yang rendah. Bahkan, nomor urutannya disilang silang, seolah olah dia salah mejawab pertanyaan.
Semoga saja, kita dan anak anak kita nantinya bisa menghargai sebuah kejujuran. Sekecil apapun itu
Seperti biasa, sepulang dari sekolah saya langsung ngecek tas Shasha. Melihat apakah ada tugas atau PR. Membuka satu per satu buku paket dan buku tulisnya. Membuka buka buku penghubung melihat adanya kemungkinan Shasha melanggar aturan. Dan semuanya baik. Hanya saja, di buku bahasa inggrisnya ada nilai 50 terpampang di sana. Ditulis dengan tinta merah dan besar. Plus tanda tangan guru dan dibubuhi tanggal hari ini. Saya heran, kenapa ya? Padahal, Shasha senang sekali pelajaran itu. Bahkan, dari sekian banyak hari yang dilaluinya di SD dia belum pernah mendapatkan nilai separah itu setiap harinya.Kupikir, pasti ada sesuatu yang salah. Akhirnya, saya tanyakan hal ini ke dia
" Kak, hari ini Shasha dapet nilai berapa?" kataku pura pura nggak ngerti.
" 50 " katanya mantap
"lho....kok bisa? emang di suruh ngapain?"
Shasha yang waktu itu lagi mainan masak masakan, berhenti sejenak. Lalu berlari ke dalam mengambil buku bahasa inggrisnya.
"Nih bun.....kan disuruh liatin gambar...." katanya sambil menunjukkan gambar bermacam macam makanan.
"Trus pertanyaannya?"
"Kata bu guru, Shasha diminta menuliskan 10 makanan kesukaan "
"Trus kenapa cuma diisi lima?"
"Soalnya, Shasha cuma suka lima aja.....yang lain nggak suka"
"Kenapa nggak cari sampai sepuluh?"
"Kan Shasha sukanya cuma lima " katanya masih ngeyel.
"Tapi kan disuruhnya sepuluh?"
"Shasha nggak suka yang lain. Kalau nggak suka, nggak usah dipaksa bunda, nanti muntah"
"oh......" Saya tertawa mendengar jawabannya.
Betul.....Shasha memang hanya suka lima macam makanan. Menurut pengakuan dia, itu sudah betul dan sudah termasuk jujur. Sebuah kejujuran bahwa ia tidak menyukai makanan tertentu. Tapi, bagi gurunya apa yang Shasha lakukan itu salah. Harusnya, ia mengikuti pertanyaan yang ada. Diminta mengisi 10 kok, cuma diisi lima?
Jadi yang salah apanya???
Yang salah adalah, cara penilaiannya. Atau dulu saya biasa sebut sebagai kriteria penilaian guru. Pertanyaan semacam itu kan sebenarnya pertanyaan yang bersifat subyektif. Sepeti halnya kita menyodorkan sebuah gambar, dan kita meminta orang untuk menilainya. Ada yang bilang bagus dan ada juga yang bilang jelek. Tergantung dari selera si penilai.
Kalau menurut saya, atau seandainya saya yang jadi gurunya, mungkin akan saya beri nilai seratus semua. Dengan catatan, menulis makanan yang ia suka. Tak masalah hanya menuliskan satu saja, kalau memang ia hanya menemukan satu gambar makanan kesukaannya. Dan tentu saja ketepatan penulisan. Ini khusus untuk pelajaran bahasa indonesia.
Nggak adil rasannya, kalau mereka sudah jujur tapi masih mendapatkan nilai yang rendah. Bahkan, nomor urutannya disilang silang, seolah olah dia salah mejawab pertanyaan.
Semoga saja, kita dan anak anak kita nantinya bisa menghargai sebuah kejujuran. Sekecil apapun itu
Komentar
Posting Komentar
terima kasih sudah komentar di blog ini. komentar insya Allah akan saya balas. Atau kunjungan balik ke blognya masing masing :)